Dec 20, 2013

The First Snow (Part 2 End)

Posted by Nidya Flo at 2:56:00 PM


Tidak ada reaksi dari Junho. Hanna merasa perlu mengulang pertanyaannya. “Apa kau pernah menyimpan perasaan padaku? Apa benar kau memang pernah menyukaiku seperti yang digosipkan orang-orang?”
“Mwo?” Junho tidak menyangka Hanna menanyakan hal ini. “Apa maksudmu?” Ini cukup menggelikan bagi Junho. Ia pun tertawa kecil.
“Ya!! Jangan menertawaiku! Jangan pura-pura tidak tau. Dulu ada banyak gosip tentang kita. Aku hanya ingin mengetahui kebenarannya.” 
Hanna menunggu jawaban Junho. Tidak penting memang. Namun bagi Hanna, ini cukup penting untuk menjawab rasa ingin tahunya. Yah, meskipun ini hanya masa lalu, ia tetap ingin mengetahui kebenarannya.
Junho ragu. Apa ia harus benar-benar berkata jujur atau tidak. “Benar. Itu benar. Bagaimana denganmu?”

“Aku juga. Kau tau? Aku kesal saat mendengar kabar bahwa kau mengencani gadis lain.” Hanna tidak ragu mengatakannya. Junho mengatakannya dengan jujur. Ia pun harus demikian. Lagipula ini hanya perasaan masa lalu, tidak perlu disembunyikan, bukan begitu?
Junho tersentak kaget mendengar pernyataan Hanna. Ia bertanya-tanya bagaimana reaksi Hanna seandainya Hanna tau jika ia berkencan dengan gadis lain hanya untuk mengubur perasaannya pada Hanna. ‘Aiiish!! Hanna seharusnya bersamaku dari dulu hingga sekarang,’ batin Junho .
“Bagaimana sekarang?” giliran Junho yang bertanya. “Apa kau masih menyukaiku?”
“Mwo?” Hanna kaget dengan pertanyaan Junho. Ia tidak tau harus menjawab apa. Menurutnya, ia sudah melupakannya. “Bagaimana denganmu?” Ia berbalik menanyai Junho.
“Ya!! Aku yang bertanya duluan. Sekarang kau harus jawab jujur.” Junho hanya iseng melontarkan pertanyaan tersebut. Ia juga tidak mengharapkan apa-apa atas jawaban Hanna.
“Hmm… Aku akan mengatakannya, tapi kau juga harus mengatakannya. Aku akan menghitung sampai tiga. Saat hitungan ketiga, kita harus mengatakannya bersamaan. Bagaimana?” Hanna mencoba membuat kesepakatan.
“Baiklah.”
“Oke. Hana… Dul… Set!! I do!” ucap Hanna cepat.
Junho diam. Ucapan Hanna sukses mengacaukan pikirannya. Ia sama sekali tidak menduga hal ini.
“YAA!!! Jung Junho!!! Kenapa kau diam!! Kau ….”
Junho berhasil membuat Hanna diam hanya dengan satu kecupan. Hanna membatu. Ia tidak yakin dengan apa yang dirasakannya. Junho mulai mengecup pelan bibir Hanna dengan lembut. Ciuman singkat itu terasa begitu lama bagi Hanna. Sesaat kemudian Junho mulai menarik diri darinya.
Hanna masih tidak yakin apa yang terjadi. Semuanya begitu tiba-tiba. “Apa…. Apa yang kau lakukan??” Hanna tergagap. “Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa? Kau sudah berjanji. Apa kau sedang mempermainkanku??” teriak Hanna. Ia begitu terkejut sekaligus kesal.
“Bukan begitu. Aku…” Junho kaget. Ia tidak mengira Hanna akan bereaksi demikian.
“Aku sudah mengatakan perasaanku. Tapi kau malah….” Hanna marah. Ia merasa jatuh dalam jebakan Junho.
“YAA!!! Goo Hanna!! Apa kau selalu sebodoh ini? Apa ciuman tadi tidak cukup sebagai jawabanku???” Junho mendengus kesal. Ia kesal karena Hanna tidak mengerti isyarat yang ia berikan.
“M…mwo??”
“Goo Hanna. Aku tidak akan mengulanginya, jadi dengarkanlah baik-baik.” Junho menarik nafas. “Aku… dari dulu hingga sekarang masih dan tetap mencintaimu.”
“……..”
“……..”
“Jinjja yo?? Jeongmal? Kau tidak sedang membohongiku, kan?” Hanna tidak mempercayai pendengarannya.
“Aku sudah bilang tidak akan mengulanginya.” Junho berlalu. Ia meninggalkan Hanna yang terdiam dan sibuk dengan pikirannya.
Hanna senang. Ia terlalu senang atas apa yang didengarnya. Setelah sadar bahwa Junho sudah jauh di depannya, ia berlari kecil mengejar pria tersebut.
“Junho-ya! Kenapa kau tidak bilang dari dulu?? Ya!! Apa itu artinya kau baru saja menyatakan perasaanmu padaku? Apa itu artinya kita berkencan?”
“Ne?? Seingatku, aku tidak mengajakmu kencan. Aku hanya mengungkapkan perasaanku. Itu saja,” jawab Junho santai. “Tapi kalau kau ingin, aku juga tidak menolaknya,” goda Junho.
“Ani yo!! Ini tidak benar. Kau yang seharusnya memintaku. Bukan sebaliknya.”
“Tidak peduli siapa yang meminta. Yang jelas, saat ini kau bersamaku.”
“…….”
Mereka berdua kembali berjalan menyusuri tepi sungai Han. Junho dan Hanna larut dalam pikirannya masing-masing. Hanna sangat senang. Ia tidak menyangka semuanya terjadi sesederhana ini. Sedangkan Junho memikirkan satu hal yang mengganggunya.
Junho tiba-tiba berhenti. “Hana-ya.” Nada bicara Junho berubah serius. Ia menatap Hanna dalam. “Maukah kau menungguku?
“……..”
“Tunggu aku. Hanna-ya”
Hanna masih tidak mengerti. Setelah membaca raut wajah pria di hadapannya, barulah ia paham apa maksud Junho. “Jadi kau akan menerima tawaran itu?”
“Sepertinya begitu.” Junho rasanya tak rela harus meninggalkan Hanna yang baru saja ia raih.
“Gwenchana. Aku sudah menunggumu cukup lama. Tiga tahun bukanlah apa-apa.” Walaupun kedengaran meyakinkan, Hanna sebenarnya juga ragu melepas Junho. “Tapi kali ini pastikan kau kembali tepat waktu.”
“I will,” janji Junho, bersamaan dengan jatuhnya salju pertama di tahun itu.
Junho menggenggam erat tangan Hanna. Perlahan ia meraih ujung dagu Hanna. Tanpa disadari jarak di antara mereka semakin dekat. Hanna terpaku. Ia bisa merasakan hembusan nafas hangat Junho di wajahnya. Dengan refleks Hanna memejamkan mata, menduga-duga apa yang terjadi berikutnya. Jantung Hanna berhenti berdetak saat Junho kembali mengecup pelan bibirnya. Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Kali ini Hanna tidak ragu membalasnya.

********

0 comments:

Post a Comment

 

Florey Tale Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea