Nov 23, 2013

The First Snow (Part 1)

Posted by Nidya Flo at 3:36:00 PM


“Yaa!! Goo Hanna!” teriak Junho tepat di depan wajah Hanna.

“Ah… Ne??” Hanna tersentak kaget. Teriakan Junho berhasil membawa gadis itu kembali ke dunia nyata.

“Aku memang terlihat lebih tampan dengan setelan ini, tapi kau tidak perlu terpesona seperti itu. Kau tau? Kau terlihat seperti orang bodoh dengan mulut terbuka lebar. Aigoo....”
“M... Mwo??! Mulutku tidak terbuka! Lagipula siapa yang terpesona olehmu? Ya! Kalau kau bicara soal ketampanan, mantan kekasihku sebelumnya jauh lebih tampan darimu,” bantah Hanna. Yah, walaupun tak bisa dipungkiri, Junho memang terlihat sangat tampan dengan setelan tuksedo putih yang sedang ia kenakan tersebut.
“Ya sudah. Kau menikah saja dengan pangeran tampanmu itu. Aku tidak akan melakukan ini,” jawab Junho pura-pura kesal. Junho pun berlalu kembali ke ruang ganti setelah memastikan setelan yang dipakainya saat ini benar-benar cocok untuk upacara sakral satu bulan lagi.
Hanna hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah pasangannya itu. Saat ini mereka tengah berada di bridal shop, mempersiapkan segala sesuatu untuk hari yang dinanti-nantikannya. Hanna tidak menduga hidupnya akan berakhir dengan Jung Junho. Pastilah takdir yang menyatukan mereka. Pikiran Hanna jatuh pada saat salju pertama tiga tahun yang lalu. Saat dimana kisahnya dimulai, atau bahkan sudah dimulai. 



********
 
Flashback
3 tahun yang lalu

Cuaca sore itu tidak begitu bersahabat. Sesuai perkiraan, salju pertama musim ini akan jatuh pada hari ini. Kalau bukan karena janji dengan Junho, ia tidak akan keluar rumah. Lebih baik di rumah dengan secangkir coklat hangat daripada harus berdingin-dingin di luar.
“Jadi bagaimana? Apa kau menerima tawaran itu?” tanya Hanna yang berjalan disisi Junho.
“Entahlah. Aku masih ragu.” Junho tidak yakin apa ia harus menerima tawaran kerja itu atau tidak.
Junho adalah teman terbaik bagi Hanna. Hubungan mereka saat sekolah cukup dekat hingga tak heran ada banyak gosip tentang kedekatan mereka tersebut. Namun hubungan mereka mulai renggang saat Hanna tau bahwa Junho berhubungan dengan gadis lain. Hanna menjauh perlahan-lahan. Ia pun memutuskan melanjutkan sekolahnya di luar kota untuk menghilangkan perasaannya.
Ya. Hanna memendam perasaan pada Junho, sahabatnya sendiri. Namun ia tidak ingin membuat Junho merasa tidak nyaman dengan perasaannya. Junho terlalu baik. Ia tidak ingin kehilangan apa yang dimilikinya saat itu.
Sekarang, semenjak kembalinya Hanna dan semuanya kembali normal, ia mulai memberanikan diri menemui Junho. Mereka pun kembali seperti dulu.
“Apa yang membuatmu ragu? Junho-ya, kau beruntung dapat tawaran kerja itu. Kalau aku jadi kau, aku tidak akan berpikir dua kali. Aku akan langsung menerimanya.” Bayangan bekerja di Jepang memenuhi kepala Hanna. Jepang adalah negara impian Hanna. Tawaran apapun pasti diterimanya agar bisa ke sana.

Suasana di antara mereka kembali hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Junho sesekali bergumam sesuatu yang tidak jelas. Seolah-olah berbicara pada dirinya sendiri. Semakin sore angin dingin semakin banyak berhembus. Hanna berkali-kali mengeratkan jaket tebal yang dipakainya dan mengusap-usap tangannya berusaha menghangatkan badannya. Melihat itu Junho membalikkan badan, bermaksud untuk membeli kopi hangat dari kedai kopi yang sesaat lalu dilewatinya.

“Tunggu di sini. Aku ke sana sebentar,” ucap Junho sambil menunjuk sesuatu.

“Ne.”

Junho kemudian menuju ke arah kedai kopi yang ditunjuknya tadi. Melihat Junho yang perlahan menjauh, tiba-tiba pikiran bahwa Junho meninggalkannya terlintas di benak Hanna. Ada sedikit perasaan tidak rela di hatinya. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Ia merasa harus memastikan sesuatu sebelum Junho pergi.

Junho kembali dengan berlari kecil agar kopi di tangannya tidak dingin. “Hoshh… Hosh…. Ini… Hoshhh…” Junho menyerahkan secangkir kopi hangat pada Hanna dan mengatur nafasnya kembali.

“Gomaweo.” Hanna meraih kopi tersebut dan mulai meneguknya. Cukup hangat. Mereka kembali menyusuri tepi sungai Han.

“Junho-ya.” Hanna membuka percakapan.

“Hmm. Mwo ya?”
“Aku ingin memastikan sesuatu.”
“………”
“Tapi kau harus janji akan mengatakan yang sebenarnya. Kau harus jujur. Ini bukanlah sesuatu yang harus disembunyikan. Aku hanya ingin memastikan tentang masa lalu. Kau tau? Masa lalu itu sejarah. Dan sejarah tidak bisa ubah, karena itu kau tidak boleh bohong. Kau harus menjawabnya sesuai kenyataan di masa lalu. Kalau sejarah dibohongi, itu akan memengaruhi masa depan. Kau mengerti? Jadi kau harus jujur.”
Junho bingung dengan penjelasan panjang Hanna. “Memang kau ingin menanyakan apa?”
“Kau janji dulu akan berkata jujur!” desak Hanna. Ia sangat ingin memastikan sesuatu. Ia begitu penasaran. Dan Hanna bukanlah gadis yang akan membiarkan rasa penasarannya menguap. Ia tidak akan membiarkan rasa penasaran mengganggu pikirannya. Ia harus mendapatkan jawabannya.
“Baiklah. Aku akan berkata jujur.”
“Hmm….. Dulu saat kita berteman begitu dekat, apa kau…. Hmm….. Apa kau merasakan sesuatu?”
“…….” Junho diam. Ia tidak mengerti arah pembicaraan ini.
“Apa kau pernah menyimpan perasaan padaku?”


To be continued...

0 comments:

Post a Comment

 

Florey Tale Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea